Ketegangan Perselisihan Korea Utara dan Korea Selatan

Ketegangan Perselisihan Korea Utara dan Korea Selatan – Korea Terpecah Ketegangan antara kedua rezim rtp slot tertinggi hari ini tersebut terus memanas hingga puncaknya tahun 1950 ketika keduanya memutuskan untuk berperang. Insiden ini dikenal sebagai Perang Korea. Sepanjang perang berlangsung, Korea Utara secara aktif menerima pasokan dan bantuan dari Uni Soviet. Tidak lama setelahnya, China ikut memberikan bantuan kepada Korea Utara. Di sisi lain, Korea Selatan didukung PBB dan secara aktif menerima bantuan AS. Perang Korea hanya berlangsung selama tiga tahun tetapi telah menewaskan setidaknya 2,5 juta orang. Meski demikian, perang ini sama sekali tidak menjawab pertanyaan mengenai rezim mana yang paling tepat untuk Korea. Namun, perang ini secara resmi menjadikan AS sebagai musuh permanen Korea Utara karena keterlibatannya dalam pengeboman desa-desa hingga kota-kota di bagian utara. Pada 27 Juli 1953, komandan militer AS mewakili Komando Perserikatan Bangsa-Bangsa, Tentara Rakyat Korea, dan Tentara Relawan Rakyat Tiongkok menandatangani Perjanjian Gencatan Senjata Korea. Penandatanganan tersebut sekaligus mengakhiri tiga tahun Perang Korea. Tahun 1954, Jenewa, Swiss menjadi tuan rumah perundingan perdamaian Korea. Namun, pada akhirnya tidak ada perjanjian perdamaian resmi yang ditandatangani. Dengan demikian, Semenanjung Korea secara teknis masih dalam keadaan perang sampai saat ini. Perjanjian Gencatan Senjata juga menciptakan Garis Demarkasi Militer (MDL) pada garis kontak terakhir antara pasukan yang bertentangan. Kedua belah pihak juga diharuskan mundur dua kilometer dari MDL untuk membentuk Zona Demiliterisasi (DMZ) selebar empat kilometer, yang membentang sepanjang 241 kilometer melintasi lebar semenanjung Korea. Kedua belah pihak diizinkan mengakses bagian dua kilometer milik mereka di DMZ, tetapi dilarang melintasi MDL tanpa izin dari pihak lain. Dengan berlanjutnya hubungan kuat dengan Barat dan kehadiran militer AS, Korea Selatan berhasil mengembangkan perekonomian mereka dengan sangat pesat. Korea Selatan juga aktif mengambil upaya untuk mewujudkan Korea yang demokratis.

Semenanjung Korea Terbagi Menjadi Korut dan Korsel

Semenanjung Korea Sebelum Terpecah Sebelum terbagi menjadi Korea Utara dan Korea Selatan, Korea merupakan satu kesatuan wilayah utuh. Pada periode tersebut, Korea memiliki sistem pemerintahan kerajaan. Tahun 1905, Jepang menduduki Korea dan secara resmi menganeksasi wilayah itu lima tahun setelahnya. Korea berada di bawah penjajahan Jepang selama 35 tahun sampai dengan Perang Dunia II berakhir tahun 1945. Kekalahan Jepang membuat Korea akhirnya wild bandito slot jatuh ke tangan sekutu. Untuk itu, sekutu sepakat membagi Korea menjadi dua bagian. Uni Soviet memasuki kawasan Korea dan menduduki wilayah utara. Sekutu Uni Soviet dalam Perang Dunia II, Amerika Serikat (AS), menyusul dan menduduki Korea bagian selatan. Selama tiga tahun berikutnya, tentara Soviet dan proksinya mendirikan rezim komunis di wilayah utara. Sedangkan di bagian selatan, dibentuklah pemerintahan militer yang didukung langsung AS.

Meskipun kebijakan Soviet sangat populer di kalangan sebagian besar pekerja dan petani di Korea Utara, sebagian besar masyarakat kelas menengah di utara melarikan diri ke selatan, tempat mayoritas penduduk Korea tinggal saat ini. Sementara itu, rezim di selatan yang didukung oleh AS jelas-jelas lebih menyukai elemen sayap kanan yang anti-komunis. Tahun 1948, AS mengusulkan penyelenggaraan pemungutan suara yang disponsori Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) agar seluruh penduduk Korea dapat menentukan nasib masa depan semenanjung tersebut. Setelah Korea Utara menolak berpartisipasi, Korea Selatan akhirnya membentuk pemerintahannya sendiri di Seoul yang dipimpin Syngman Rhee yang sangat anti-komunis. Sebagai respon, Korea Utara mengangkat mantan gerilyawan komunis Kim Il Sung sebagai perdana menteri pertama Republik Rakyat Demokratik Korea (DPRK) di ibu kota Pyongyang.

Kecaman Korut Terhadap Korsel

Korea Utara mengecam keras latihan militer yang diadakan oleh Korea Selatan dan Amerika Serikat, sembari memperingatkan akan konsekuensinya. Kementerian Pertahanan Korea Utara menekankan perlunya menghentikan latihan slot dragon tersebut, yang dianggap sebagai tindakan yang memicu ketegangan di wilayah tersebut. Dalam serangkaian pernyataan yang dikeluarkan oleh juru bicara Kementerian Pertahanan Pyongyang yang tidak disebutkan namanya, Korea Utara menyatakan penolakannya terhadap latihan militer tersebut. Korea Utara menilai peningkatan skala latihan dan partisipasi 11 negara anggota Komando PBB sebagai ancaman yang serius. “Dalam situasi seperti ini, percikan api kecil pun bisa memicu perang nuklir,” kata juru bicara Kementerian Pertahanan Korea Utara dalam pernyataannya yang dikutip oleh KCNA. Mereka mengingatkan bahwa tindakan agresif semacam ini dapat membawa konsekuensi serius bagi kedua negara tersebut. Amerika Serikat dan Korea Selatan diingatkan akan “membayar harga yang mahal” atas keputusan mereka yang dianggap salah oleh Korea Utara. Pyongyang bersumpah untuk melakukan segala upaya guna mengendalikan situasi keamanan yang semakin tidak stabil di wilayah tersebut. Latihan militer yang disebut “Freedom Shield” ini berlangsung hingga tanggal 14 Maret, sejalan dengan upaya Korea Utara dalam mengembangkan kemampuan nuklirnya melalui uji coba rudal dan senjata lainnya. Baca juga: Rudal Korea Utara yang Ditemukan di Ukraina Berisi Komponen dari AS dan Eropa Latihan ini dirancang untuk menetralisir ancaman nuklir Korea Utara, termasuk dengan mengidentifikasi dan menyerang rudal jelajah yang dianggap sebagai ancaman serius. Namun, Pyongyang menanggapinya dengan kemarahan dan menyebutnya sebagai latihan perang nuklir. Sementara itu, Seoul dan Washington mempertahankan bahwa latihan tersebut bersifat defensif dan merupakan respons terhadap ancaman yang terus berkembang dari Korea Utara.

By admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *